
4. Mencukur Rambut Kepala Anak
Di antara hukum yang disyariatkan Islam
untuk anak yang baru dilahirkan adalah sunah mencukur rambut kepala pada
hari ketujuh dari kelahirannya, dan menyedekahkan uang perak kepada
orang-orang fakir yang berhak seberat timbangan rambutnya.
Hal ini mempunyai dua hikmah. Pertama,
berupa kesehatan, di mana mencukur rambut anak akan mempertebal daya
tahan tubuh anak, membuka selaput kulit kepala, dan mempe[8] Kedua,
berupa kemaslahatan sosial, di mana bersedekah dengan perak sebanyak
berat timbangan rambut anak merupakan salah satu sumber lain bagi
jaminan sosial. Hal ini merupakan suatu cara untuk mengikis kemiskinan
dan suatu bukti nyata adanya tolong menolong dan saling mengasihi di
dalam pergaulan masyarakat.
rtajam indra
penglihatan, penciuman dan pendengaran.
Berbagai hadis yang dijadikan dalil oleh
para ahli fikih tentang sunah mencukur dan bersedekah dengan perak
seberat timbangan rambut itu adalah:
Di dalam Al Muwaththa’, Imam Malik meriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad, dari bapaknya, bahwa ia berkata:
“Fatimah radiyallahu ‘anha telah
menimbang rambut kepala Hasan, Husain, Zainab, dan Ummu Kultsum. Seberat
timbangan rambut itulah ia menyedekahkan perak.”
Ibnu Ishak telah meriwayatkan dari Abdullah bin Bakar, dari Muhammad bin Ali bin Al Husain radiyallahu ‘anhu:
“Rasulullah sholallahu
‘alaihi wassalam telah mengadakan akikah dengan seekor kambing untuk Al
Hasan. Beliau bersabda, ‘Hai Fatimah, cukurlah rambut kepalanya dan
bersedekahlah dengan perak sesuai dengan berat rambutnya.’ Kemudian
Fatimah menimbangnya dan mencapai satu dirham atau sebagian dirham.”
Yahya bin Bakir telah meriwayatkan dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu:
“Rasulullah sholallahu
‘alaihi wassalam telah memerintahkan mencukur kepala Al Hasan dan Al
Husain pada hari ketujuh kelahiran mereka. Mereka dicukur dan
menyedekahkan perak sesuai dengan berat timbangan rambutnya itu.”
Di dalam masalah mencukur ini, terdapat
perbedaan pendapat tentang masalah menjambul. Artinya, mencukur sebagian
rambut anak dan menyisakan sebagian lainnya.
Larangan menjambul ini, secara tegas
telah disebutkan di dalam hadis yang dikeluarkan oleh Al Bukhari dan
Muslim dari Abdullah bin Umar radiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata:
“Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam telah melarang untuk menjambal (rambut anak).”
Jambul yang dimaksud dalam larangan ini ada empat macam:
- Beberapa bagian kepalanya dicukur tidak merata (tampak bergaris-garis).
- Bagian tengahnya dicukur dan bagian tepinya dibiarkan.
- Bagian tepinya dicukur dan bagian tengahnya dibiarkan.
- Bagian depannya dicukur dan bagian belakangnya dibiarkan.
Semua ini seperti yang dikatakan Ibnul
Qayim, merupakan bukti kecintaan Allah dan Rasul-Nya. Beliau telah
memerintahkan berbuat adil, sampai pada dirinya sendiri. Beliau melarang
seseorang untuk mencukur sebagian rambutnya dan membiarkan sebagian
yang lain. Sebab hal itu merupakan perbuatan zalim terhadap kepala,
karena sebagian rambutnya dicukur, sedang sebagian lainnya dibiarkan
tumbuh. Sama dengan hal ini, beliau telah melarang duduk di antara sinar
matahari dan bayang-bayang. Sebab hal itu merupakan suatu perbuatan
zalim terhadap badannya. Demikian pula, beliau melarang seorang berjalan
dengan mengenakan sebelah sandal, tetapi hendaknya mengenakan keduanya
atau melepas keduanya.
Hikmah lain adalah, bahwa Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassalam
menginginkan seorang muslim dapat tampil di masyarakat dengan cara yang
layak. Sedangkan mencukur sebagian rambut dan membiarkan tumbuh
sebagian lainnya bertentangan dengan kehormatan dan kecantikan seorang
muslim. Selain itu pula bertentangan dengan kepribadian Islam yang
menjadi ciri khas seorang muslim untuk membedakannya dengan para
pengikut agama dan kepercayaan yang lain, serta dengan orang-orang fasik
yang tidak tahu malu dan durhaka.
Namun sayang sekali, ternyata banyak
orang tua dan pendidik yang benar-benar tidak mengetahui hukum ini.
Bahkan banyak kita dapatkan di antara mereka, yang apabila kita
kemukakan hukum ini, mereka merasa heran dan aneh. Hal ini karena mereka
tidak terbiasa dan tidak pernah melihat ada orang yang menerapkan dan
melaksanakannya, kecuali orang-orang yang dikasihi Tuhan.
Penulis ingin mengingatkan kepada mereka
bahwa ketidaktahuan itu bukanlah alasan dalam syariat Islam. Dan
bahwasanya orang yang tidak mau mempelajari apa yang harus mereka
ketahui dari persoalan-persoalan keagamaan mereka dan persoalan
pendidikan anak-anak mereka tidak akan selamat dari tanggung jawab yang
harus dipikulnya pada hari manusia dihadapkan kepada Tuhan semesta alam.
Sekalipun hukum yang telah penulis
sebutkan tadi termasuk hal-hal yang bersifat anjuran dan sunah, namun
tetap harus dilaksanakan dan diterapkan secara menyeluruh di dalam
keluarga, anak-anak dan kerabat kita. Sebab, apabila kita menyepelekan
hal-hal yang dianjurkan dan disunahkan, maka akan berakibat menyepelekan
hal-hal yang wajib, kemudian menyepelekan Islam secara keseluruhan.,
dan akhirnya kaum Muslimin akan jatuh ke dalam kekufuran dan kesesatan
secara terang-terangan serta lepas dari agamanya. Oleh karena itu,
hendaklah para pendidik menerapkan hukum-hukum dan anjuran-anjuran ini
kepada anak-anak mereka satu demi satu, sehingga mereka mendapatkan rida
Allah Subhanahu Ta’ala dan dapat melaksanakan Islam, baik di dalam
perkataan maupun perbuatan. Semoga Allah memenangkan mereka atas
msusuh-musuhnya, dan mengembalikan kejayaan mereka yang terpendam. Semua
itu tidaklah sulit bagi Allah untuk melakukannya.