
Yang Harus Dilakukan Seorang Pendidik Saat Kelahiran Anak
Di antara keutamaan
syariat Islam terutama bagi umat Islamnya sendiri, ialah bahwa syariat
Islam telah menjelaskan tentang seluk beluk hukum dan dasar-dasar
pendidikan yang berkaitan dengan anak. Dengan demikian seorang pendidik
akan dapat melaksanakan kewajiban terhadap anak secara jelas. Sungguh
merupakan keniscayaan bagi setiap orang yang bertanggung jawab terhadap
masalah pendidikan untuk melaksanakan kewajibannya secara sempurna
sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah diletakkan oleh Islam dan yang
digambarkan oleh pendidik pertama, Nabi Sholallahu ‘alaihi wassalam.
Berikut hukum-hukum penting yang wajib dilaksanakan oleh para pendidik pada masa kelahiran:
1. Memberikan Ucapan Selamat dan Rasa Turut Gembira Ketika Seseorang Melahirkan
Dianjurkan kepada setiap muslim untuk
segera memberikan ucapan selamat kepada sesama muslim yang melahirkan
seorang anak. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat ikatan persaudaraan
dan kecintaan antar keluarga muslim. Jika seseorang tidak berkesempatan
untuk mengungkapkan rasa turut bergembira, maka baginya dianjurkan untuk
memberikan ucapan selamat tersebut dengan cara mendoakan orang tua dan
anaknya yang baru lahir. Semoga Allah menerima, mengabulkan, dan
memeliharanya.
Al Quran menyebutkan pemberian ucapan
selamat untuk kelahiran anak di dalam banyak kesempatan, sebagai
petunjuk dan ajaran bagi umat Islam. Sebab, pemberian ucapan selamat ini
–seperti yang penulis sebutkan- mempunyai pengaruh yang besar di dalam
menumbuhkan dan menguatkan ikatan-ikatan sosial di kalangan kaum muslim.
Allah Subhanhu Wa ta’ala berfirman tentang kisah Ibrahim ‘Alaihis Salam: “Dan
sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada
Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan, ‘Selamat.’
Ibrahim menjawab, ‘Selamatlah,’ maka tidak lama kemudian Ibrahim
menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya
tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan
mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata, ‘Janganlah
kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus
kepada Luth.’ Dan istrinya berdiri (di sampingnya) lalu ia tersenyum,
maka kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak
dan sesudah Ishak (lahir pula) Ya’qub).” (QS. Huud: 69-71)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman di dalam kisah Zakaria ‘Alaihis Salam:
“Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri salat di mihrab (katanya), ‘Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya…’” (QS. Ali Imran: 39)
“Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri salat di mihrab (katanya), ‘Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya…’” (QS. Ali Imran: 39)
Dalam ayat lain Allah berfirman:
“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami
memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya
Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa
dia.” (QS. Maryam: 7)
Dalam beberapa buku sejarah disebutkan, bahwa ketika Nabi Sholallahu ‘alaihi wassalam
dilahirkan, Tsuwaibah memberikan kabar gembira (tentang kelahirannya)
kepada pamannya, Abu Lahab, sedang ia adalah tuannya. Tsuwaibah berkata,
“Malam ini telah lahir seorang anak laki-laki dari Abdullah, “Kemudian
Abu Lahab memerdekakannya, karena merasa gembira dengan kelahirannya.
Allah tidak menghilangkan pahalanya (karena merasa gembira dengan itu)
baginya, dan Dia menyejukkannya setelah matinya pada sela-sela jari[5] pada akar ibu jarinya, sebagaimana yang diriwayatkan Al Bukhari.
As Suhaili menceritakan bahwa Al Abbas
berkata: Setelah Abu Lahab mati, aku memimpikannya setelah berselang
satu tahun bahwa ia berada dalam keadaan yang buruk. Ia berkata, “Aku
tidak pernah menemukan kesenangan setelah kamu sekalian, kecuali bahwa
siksa diringankan bagiku pada setiap hari Senin.” Hari Senin itu adalah
hari dilahirkannya Nabi Sholallahu ‘alaihi wassalam dan saat
Tsuwaibah memberikan kabar gembira padanya tentang kelahiran beliau,
kemudian Abu Lahab merasa gembira dengan kelahirannya.
Berkenaan dengan pemberian ucapan
selamat kepada orang yang baru melahirkan anaknya, Imam Ibnul Qayyim Al
Jauziyah meriwayatkan di dalam bukunya, Tuhfatul Maudud, dari Abu Bakar Al Mundziri:
“Telah diriwayatkan kepada kami dari
Hasan Al Bashri, bahwa seorang laki-laki telah datang kepadanya, dan di
sampingnya ada seorang laki-laki baru saja dianugerahi seorang anak
kecil.” Laki-laki itu berkata kepada orang yang mempunyai anak itu,
“Selamat bagimu atas kelahiran seorang penunggang kuda.” Al Hasan
berkata kepada laki-laki itu, “Apa pedulimu, apakah dia seorang
penunggang kuda ataukah seorang penunggang keledai!” Laki-laki itu
bertanya, “Jadi bagaimana kami harus mengucapkan?” Al Hasan menjelaskan,
“Katakanlah, semoga engkau diberkahi dalam apa yang telah diberikan
kepadamu. Semoga engkau bersyukur kepada yang memberi. Semoga engkau
diberi rezeki dengan kebaikannya dan semoga ia mencapai masa balighnya.”
Pemberian kabar gembira dan ucapan
selamat itu hendaklah bersifat menyeluruh bagi setiap anak yang
dilahirkan, baik laki-laki maupun wanita tanpa ada perbedaan. Alangkah
baiknya bagi kaum muslimin jika membiasakan kemuliaan ini di dalam
masyarakat, sehingga ikatan mereka menjadi kuat dan mendalam di
sepanjang masa, dan rasa cinta terjelma di dalam rumah tangga dan
keluarga mereka. Dan alangkah layaknya mereka untuk melakukan hal-hal
yang akan membawa mereka kepada kesatuan dan saling mengasihi, sehingga
menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara, bersatu padu bagai bangunan
yang melekat, saling menguatkan antara satu dengan lainnya.[6]
2. Mengumandangkan Azan dan Ikamat Saat Kelahiran Anak
Di antara hukum yang telah disyariatkan
Islam untuk anak yang baru dilahirkan adalah mengumandangkan azan di
telinga kanan dan ikamat di telinga kirinya. Hal itu dilakukan ketika
anak baru dilahirkan.
Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan bahwa Abu Rafi’ berkata:
“Aku melihat Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassalam mengumandangkan azan pada telinga Al Hasan bin Ali, ketika Fatimah melahirkannya.”
“Aku melihat Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassalam mengumandangkan azan pada telinga Al Hasan bin Ali, ketika Fatimah melahirkannya.”
Baihaqi dan Ibnu Sunni meriwayatkan dari Al Hasan bin Ali dari Nabi Sholallahu ‘alaihi wassalam:
“Siapa yang baru mendapatkan bayi,
kemudian ia mengumandangkan azan pada telinga kanannya dan ikamat pada
telinga kirinya maka anak yang baru lahir itu tidak akan terkena bahaya
Ummush Shibyan.”[7]
Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu:
“Bahwa Nabi Sholallahu ‘alaihi wassalam telah mengumandangkan azan pada telinga Al Hasan bin Ali (yang sebelah kanan) ketika ia baru dilahirkan dan mengumandangkan ikamat pada telinga kirinya.”
“Bahwa Nabi Sholallahu ‘alaihi wassalam telah mengumandangkan azan pada telinga Al Hasan bin Ali (yang sebelah kanan) ketika ia baru dilahirkan dan mengumandangkan ikamat pada telinga kirinya.”
Adapun hikmah dari azan dan ikamat di sini, menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah di dalam kitabnya, Tuhfatul Maudud,
agar suara yang kali pertama diterima pendengaran manusia adalah
kalimat-kalimat seruan Yang Maha Tinggi yang mengandung kebesaran Tuhan,
juga syahadat sebagai kalimat pertama-tama masuk Islam. Hal itu adalah
merupakan talqin (pengajaran) baginya tentang syariat Islam ketika anak baru memasuki dunia, sebagaimana halnya kalimat tauhid di-talqin-kan
kepadanya ketika ia meninggal dunia. Dan tidak mustahil bila pengaruh
azan itu akan meresap di dalam hatinya, walaupun ia tidak merasa.
Hikmah lainnya adalah, larinya setan
karena kalimat-kalimat azan, di mana ia selalu menunggunya hingga
dilahirkan. Dengan azan itu, maka setan akan mendengar apa yang
melemahkannya dan dibencinya pada masa pertama ia ingin mengikat dan
mempengaruhinya.
Seruan azan itu mengandung makna lain,
yaitu supaya dakwah kepada Allah dan agama-Nya, Islam dan menyembah-Nya
dapat mendahului dakwah setan, seperti halnya fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu dapat mendahului setan dalam
usaha mengubah dan memindahkannya. Dan masih banyak hikmah lainnya.
Hikmah-hikmah lain yang dikemukakan Ibnul Qayyim ini merupakan dalil yang paling besar bagi perhatian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wassalam
terhadap akidah tauhid, keimanan dan upaya mengusir setan dan hawa
nafsu, sejak anak baru mencium bau dunia dan menghirup angin kehidupan.
3. Menggosok Langit-Langit Mulut Anak Setelah Dilahirkan (Tahnik)
Di antara hukum yang disyariatkan Islam
bagi anak yang baru dilahirkan adalah anjuran untuk menggosok
langit-langit (mulut bagian atas) anak sesaat setelah dilahirkan.
Yang dimaksud dengan menggosok
langit-langit adalah mengunyah kurma dan menggosokkannya ke
langit-langit mulut anak yang baru dilahirkan. Hal itu dilakukan dengan
menaruh sebagian kurma yang telah dikunyah di atas jari dan memasukkan
jari itu ke dalam mulut anak, kemudian menggerak-gerakkannya ke kanan
dan ke kiri dengan gerakan yang lembut, hingga merata. Jika kurma itu
sulit didapat, maka penggosok itu dapat dilakukan dengan bahan yang
manis lainnya, seperti saripati gula yang dicampur dengan air bunga. Hal
itu dilakukan untuk mempraktikkan sunah dan mengikuti apa yang telah
dikerjakan Nabi Sholallahu ‘alaihi wassalam.
Barangkali hikmah yang terkandung adalah
untuk menguatkan syaraf-syaraf mulut dan tenggorokan dengan gerakan
lidah dan dua tulang rahang bawah dengan jilatan, sehingga anak siap
untuk menetek dan menghisap susu secara kuat dan alami. Lebih utama
penggosokkan ini dilakukan oleh orang yang memiliki sifat takwa dan
saleh sebagai suatu penghormatan, dengan harapan semoga si anak juga
menjadi orang yang saleh dan takwa pula.
Di antara hadis-hadis yang dijadikan dalil oleh para ahli fikih dan sunahnya menggosok langit-langit mulut anak adalah di dalam Sahihain, dari hadis Abu Burdah:
“Bahwa Abu Musa radiyallahu ‘anhu berkata, ‘Aku telah dikaruniai seorang anak. Kemudian aku membawanya kepada Nabi Sholallahu ‘alaihi wassalam lalu beliau menamakannya Ibrahim, menggosok-gosok langit mulutnya dengan sebuah kurma dan mendoakannya dengan keberkahan. Setelah itu, beliau menyerahkannya kembali kepadaku.”
“Bahwa Abu Musa radiyallahu ‘anhu berkata, ‘Aku telah dikaruniai seorang anak. Kemudian aku membawanya kepada Nabi Sholallahu ‘alaihi wassalam lalu beliau menamakannya Ibrahim, menggosok-gosok langit mulutnya dengan sebuah kurma dan mendoakannya dengan keberkahan. Setelah itu, beliau menyerahkannya kembali kepadaku.”
Di dalam Sahihain, bahwa Anas
bin Malik berkata, “Diceritakan, bahwa anak Abu Thalhah sakit. Sedangkan
Abu Thalhah keluar rumah. Kemudian anak itu meninggal. Ketika Abu
Thalhah kembali pulang, ia bertanya, “Bagaimana keadaan anakku?” Ummu
Sulaim menjawab, “Dia tenang seperti sedia kala.” Kemudian Ummu Sulaim
menghidangkan makan malam untuknya dan makanlah dia. Setelah itu, ia
menggaulinya. Setelah selesai (menggaulinya), Ummu Sulaim berkata,
“Kuburkanlah anakmu.” Keesokan harinya Abu Thalhah mendatangi Nabi Sholallahu ‘alaihi wassalam
dan memberitahukan kepada beliau tentang kejadiannya. Nabi bersabda,
“Apakah engkau tadi malam telah pengantinan?” (sebuah sindiran atas
hubungan suami istri) Ia menjawab, “Ya.” Nabi bersabda, “Ya Allah,
berikanlah berkah kepada mereka berdua.” Kemudian Ummu Sulaim melahirkan
seorang anak. Maka Abu Thalhah berkata kepadaku, “Bawalah dia kepada
Nabi Sholallahu ‘alaihi wassalam.” Bersama anak itu, ia telah membawakan beberapa buah kurma. Kemudian Nabi Sholallahu ‘alaihi wassalam mengambilnya dan bertanya, “Apakah ada sesuatu bersamanya?” Mereka berkata, “Ya, buah kurma.” Kemudian Nabi Sholallahu ‘alaihi wassalam
mengambil buah kurma itu dan mengunyahnya, lalu mengulumkan mulutnya ke
dalam mulut anak itu. Kemudian menggosok-gosokkannya dan menamakannya
Abdullah.
Al Khilal pernah diberitahu oleh Muhammad bin Ali, bahwa ia pernah mendengar ibu anak Ahmad bin Hanbal berkata:
Ketika aku merasa sakit karena
melahirkan anak, tuanku sedang tidur. Kemudian aku berkata kepadanya,
“Wahai tuanku, aku ini mau mati.” Ia berkata, “Semoga Allah
menghilangkan sakitmu.” Seketika aku melahirkan Sa’id. Lalu ia berkata,
“Berikanlah buah kurma itu, kami mempunyai kurma dari Mekkah.” Kemudian
ia berkata kepada ibu Ali, “Kunyahlah buah kurma ini dan gosokkanlah
kepadanya.” Kemudian aku melakukannya.
[5]
Setelah matinya, Abu Lahab pernah minum dari sela-sela jemarinya,
lantaran kegembiraannya atas kelahiran putra saudaranya, Muhammad Sholallahu ‘alaihi wassalam.
[6]
Apa yang dilakukan sebagian keluarga dengan memberikan bunga dan
hadiah-hadiah kepada keluarga yang melahirkan, adalah sesuatu yang baik.
Sebab hal itu termasuk dalam umumnya sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi was sallam: ”Hendaklah
kalian saling memberikan hadiah, niscaya kalian akan saling
mencintai.” Hal ini juga termasuk hal yang dapat menambah kecintaan di
kalangan kaum muslimin.
[7]
Ummush Shibyan ialah angin yang dihembuskan kepada anak, menjadikan
anak takut kepadanya. Dikatakan, bahwa yang dimaksud adalah pengikut
jin, yang oleh sebagian orang disebut qarinah.