
Landasan Syar`i
Puasa bagi anak-anak pada dasarnya tidak
wajib, meski demikian mengajari mereka sejak dini agar berpuasa
terbiasa merupakan perbuatan sunnah Nabi dan para Salaf Shalih sepanjang
mereka mampu menjalankannya.
Dari Rubayyi binti Muawidz berkata:
“Di pagi Asyura’ Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan
ke kampung-kampung Anshar: “Siapa yang pagi ini dalam keadaan puasa
maka sempurnakanlah puasanya, dan barangsiapa yang pagi ini dalam
keadaan tidak berpuasa, maka berpuasalah pada sisa hari ini. Dan kamipun
melakukan puasa Asyura’. Sebagaimana kami menyuruh puasa anak-anak
kecil kami, dan kami beserta putra-putra kami berangkat ke masjid dengan
menjadikan mainan dari kapas buat mereka, jika ada salah seorang dari
mereka menangis minta makanan, kami berikan mainan itu kepadanya sampai
masuk waktu berbuka” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari hadits di atas dapat disimpulkan
bahwa melatih anak dalam berupuasa merupakan anjuran syara` yang tidak
terbantah. Hadits tersebut di atas dalam kontek puasa sunnah yaitu puasa
Asyura`, bagaimana dengan puasa wajib seperti Ramadhan? Tentu Ramadhan
memiliki tempat tersendiri bagi Rasulullah dan salaf saleh. Bila dalam
puasa sunnah Rasulullah membenarkan adanya latihan puasa bagi anak-anak
maka dalam puasa wajib tentu lebih prioritas. Itulah yang disebut dengan
qiyas aulawi (analogi prioritas).
Imam Al Bukhari memandang bahwa belajar
puasa bagi anak yang belum baligh sudah mentradisi di kalangan penduduk
Madinah dan ini merupakan dalil syara` tersendiri. Karenanya dengan
sengaja beliau meletakkan judul pada pasal puasa “ Bab Puasa Bagi
Anak-Anak”
Dalam hazanah fikih Islam kita dapatkan
bahwa mayoritas ulama memandang pentingnya pemberlakuan puasa bagi anak
yang belum baligh meski tidak berstatus wajib, bahkan sebagian mereka
seperti Ibnu Sirin, Az Zuhri, Asy Syafi’i memadang sunnah dalam
pembelajaran tersebut dengan catatan hal tersebut mampu dilakukannya
secara normal, bahkan Ibnu Majisyun Al Maliki memandang agak berbeda
dari para ulama maliki yang lain bahwa anak yang telah mampu berpuasa
maka puasa baginya adalah keharusan danjika meninggalkannya tanpa udzur
maka harus membayarnya (qadha). (lihat Fathul Bari; Ibnu Hajar Al Asqalani: 5/103).
Sikap Para Salaf Shalih Tentang Puasa Bagi Anak-anak Mereka
Perhatian husus para salaf dalam masalah
pembelajaran puasa bagi anak-anak tercermin pada keseharian mereka
bersama keluarga anak dan istri dalam menjalankan puasa di bulan
Ramadhan. Abu Dawud At Thayalisi mengutip bahwa Abdullah bin Umar setiap
kali akan berbuka selalu mengumpulkan istri dan anak-anaknya untuk
berdoa bersama. ( dikutip dari Manhaj Tarbiyah Nabawiyyah Li Thifli; Mohammad Nor Swaid: 135)
Bahkan untuk memberi pendidikan yang
menyeluruh dalam aspek ibadah kepada anak para salaf juga mengajak
anak-anak mereka untuk mengikuti i`tikaf sepuluh hari terahir di bulan
ramadhan.
Dalam pandangan ulama sebagaimana di
kutif dari Al Kasani bahwa i`tikaf atau puasa sunnah anak-anak yang
belum akil baligh dianggap sah karena ibadah tersebut tidak mensyaratkan
batasan baligh dalam menjalankannya.( lihat Al Badai`k; 2: 442).
Usia Anak untuk Memulai Berpuasa
Jika dilihat dari pengertian bahasa
bahwa kalimat “ shibyan”-yang digunakan untuk mengungkapkan fase anak
memulai puasa- berasal dari kata shabiyyu bentuk jamaknya shibyan yang
berarti yang masih kecil sebelum akil baligh terkadang digunakan untuk
menyatakan anak yang belum disapih, namun Majma’ lughah lebih memilih
makna ash shabiyyu adalah (an nasyi’ alladhi yudarrab alal mihnah wal ihtidza’)
anak yang sudah mulai siap dilatih dengan pekerjaan dan tugas. Definisi
ini memberikan pengertian kesiapan menerima tugas dan kesiapan dilatih
untuk sebuah pekerjaan.
Para ulama dalam memandang usia anak
cakap puasa berfariasi. Ada yang berpendapat bahwa mulai tujuh dan
sepuluh tahun hal itu dianalogikan dengan salat, Imam Ishaq bin Rahuyah
memandang usia anak cakap puasa sejak usia dua belas tahun. Berbeda
dengan Imam Ahmad yang memandang usia layak dilatih (cakap) puasa bagi
anak sejak sepuluh tahun.( lihat Fathul Bari; Ibnu Hajar; 5: 103).
Dari aspek bahasa, penggunaan kalimat
as-shibyan selalu dipakai untuk menyatakan anak yang masih kecil belum
akil baligh atau anak yang sudah mulai akil baligh dan sudah siap
menerima tugas-tugas kehidupan. Hal itu sesuai pengertian yang
dikemukanan oleh majma’ lughah. Isyarat lain yang dikemukakan para ulama
yang memberikan kontribusi pendapat dalam aspek ini pada bab-bab fikih
selalu mengkaitkan dengan qoblal bulugh (akil baligh). Dengan demikian
batasan usia anak cakap berpuasa tidak dapat ditentukan dengan nominal
angka usia melainkan fase perkembangan usia anak. Dan bila kita mengacu
pendapat majma’ lughah yang memberikan dua ciri sebagaimana di atas dan
kita kembalikan kepada paradigma pendidikan yang berlaku maka ciri-ciri
tersebut sudah ada pada anak usia SD, dengan demikian usia capak puasa
bagi anak adalah tingkatan sekolah dasar yang dimulai dari usia enam
tahun ke atas.
Memprioritaskan Program Baca dan Tahfidz Al Quran Bagi Anak Dalam Bulan Ramadhan
Kenapa Al Quran yang menjadi prioritas utama bagi anak-anak kita bukan yang lain?
1. Pelajaran pertama
Sebelum pikiran dan
hati anak-anak kita diwarnai oleh berbagai pemikiran dan bentuk
kemaksiatan maka seharusnya hati mereka dipenuhi oleh Al Quran terlebih
dahulu agar tidak tersisa dalam hati mereka ruang untuk warna dan
berbgai hal lain yang dapat mengotori hati mereka. Karena Al Quran
adalah kalamullah yang merupakan sumber agama Islam dan pedoman hidup
kaum muslimin.
Imam Suyuthi
berkata: “Mengajarkan Al Quran kepada anak merupakan pekerjaan yang
fondamental dalam Islam sehingga mereka dapat tumbuh dalam kefithrahan,
dapat mencerap hikmah sebelum hawa nafsu mendominasinya dengan berbagai
bentuk kemaksiyatan dan kesesatan”( lihat Nur Swaid, Manhaj Tarbiyah
Nabawiyyah lil Afhfal: 104).
Hal yang sama
dikatakan Ibnu Sina: “Ketika sang anak telah mulai siap menerima
instruksi dan memahami apa yang mereka dengar saat itulah mulai belajar
Al Quran”(dikutip dari Manhaj Tarbiyah Lil Athfal).
2. Syiar agama
Mengajakan Al Quran
kepada anak dipandang sebagai syiar agama Islam yang harus dilestarikan.
Ibnu khaldun berkata: “orang tua yang mengajarkan Al Quran kepada
anak-anaknya merupakan syiar agama yang dipelihara oleh ahli agama,
mereka berkeliling ke berbagai wilayah karenanya, karena Al Quran mampu
memikat hati sehingga dapat mengokohkan keimanan dan aqidah, sehingga
pengajaran Al Quran menjadi inti bagi seluruh pelajaran lain.”( lihat
Muqaddimah Ibnu Khaldun:397).
3. Bulan Ramadhan bulan Al Quran.
Salah satu nama
bulan Ramadhan adalah bulan Al Quran karena di dalamnya Al Quran
diturunkan dan membacanya dilipatkan pahala. Sebagai bulan yang penuh
berkah tentu terlalu mahal kalau ia harus berlalu begitu saja, karena
itu memprioritaskan amalan berkenaan dengan Al Quran menjadi sangat
beralasan.